
mybenjeng.wordpress.com

Bagi masyarakat perkotaan istilah ‘blantik’ yaitu sebutan bagi pedagang hewan ternak sudah jarang dikenal. Mereka tahunya cuma pedagang sapi. Padahal istilah blantik sebenarnya berlaku untuk semua hewan ternak kaki empat ( Jawa: rajakaya ).
Sampai dengan akhir tahun 70an, pekerjaan ini masih dipandang sebagai pekerjaan yang cukup terpandang karena pada saat itu sapi masih merupakan hewan ternak yang cukup mahal dan jarang dimiliki oleh masyarakat. Sekalipun berdagang sapi tidak setiap hari, hanya pada hari dan pasaran tertentu, misalnya di desa kami setiap Selasa Paing dan Kamis Kliwon, namun karena hasilnya cukup besar maka dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Blantik pun biasanya secara ekonomi cukup berhasil.
Pada saat itu, transportasi juga masih mahal maka biasanya para blantik menggiring sapinya yang jumlahnya lebih dari 5 ekor dari satu desa/ kota ke desa/ kota lain pada malam hari. Inilah susahnya, apalagi kalau diperjalanan dibegal atau dirampok. Sehingga banyak anak muda jarang mau menjadi blantik.
Karena harus menggiring sapi sedemikian jauh, tentu para blantik akan terasa capai dan penat jika harus langsung kembali ke desanya. Maka, biasanya para blantik mempunyai istri muda di tempat di mana ia sering berdagang. Tujuannya jelas, ada yang memijit baik halus maupun sedikit keras daripada harus menyuruh tukang pijet tua, macam Simbok-simbok.
Pada masa kini, terutama di perkotaan nasib blantik lebih baik daripada para blantik di pedesaan. Blantik di kota tak pernah lagi menggiring sapi dari satu tempat ke tempat lain. Justru menggiring para istri dan wanita simpanannya dari satu tempat atau hotel ke hotel lain.
Jika harga sapi lokal meroket, maka para peternak lokal pun dihajar tiada ampun dengan segala suap kepada para birokrat untuk meloloskan sapi import. Jadi tak jarang para blantik berdasi sering diprotes atau didemo.

Nah, apakah kasus para blantik masa kini yang bergelimang uang dan wanita akan merubah pandangan kaum muda untuk menggeluti profesi lagi? Entahlah.
Yang jelas, kalau harga pupuk melambung dan harga komiditi pertanian merosot, aku lebih senang jadi peternak sapi perah daripada blantik. Alasannya cuma dua. Pertama tiap jam tiga sore dan jam empat pagi senantiasa ‘ngepuh’ atau meres susu yang gedhe dan sintal. Dan, kedua kalau capai dan haus tinggal ‘ngglegek susu sak mblengere’ atau nyedot susu sepuasnya. Tak perlu ke hotel dan diintip KPK!

Mau memerah susu?

Ternak sapi perah lebih enak daripada jadi blantik!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar